“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR.
Ad-Daruquthni dan Ath-Thabarani). Demikian bunyi sebuah hadits yang
terkenal dan sering kita dengar, meski belum tentu kita telah
mengamalkannya.
Imam
Al-Munawi menjelaskan, bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah
adalah orang yang paling banyak memberikan manfaat kepada sesama. Hal
ini bisa dilakukan dengan cara berbuat baik atau membantu kesulitan
seseorang, baik dalam masalah dunia maupun agama. Akan tetapi, hal-hal yang bermanfaaat dalam agama itu lebih mulia keutamaannya dan lebih kekal manfaatnya.
Suatu ketika, Hasan Al-Bashri menyuruh beberapa muridnya untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Dia berkata, “Temuilah Tsabit Al-Bunani dan pergilah kalian bersamanya.”
Lalu, mereka mendatangi Tsabit yang ternyata sedang i’tikaf di masjid.
Dan, Tsabit minta maaf karena tidak bisa pergi bersama mereka.
Mereka pun kembali lagi kepada Hasan dan memberitahukan perihal Tsabit. Hasan berkata, “Katakanlah
kepadanya; Hai Tsabit, apa engkau tidak tahu bahwa langkah kakimu dalam
rangka menolong saudaramu sesama muslim itu lebih baik bagimu daripada
ibadah haji yang kedua kali?”
Kemudian,
mereka kembali menemui Tsabit dan menyampaikan apa yang dikatakan Hasan
Al-Bashri. Maka, Tsabit pun meninggalkan i’tikafnya dan pergi bersama
mereka untuk membantu orang yang membutuhkan.
Banyak cara bisa dilakukan agar menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Bisa dengan menolong dalam bentuk tenaga, memberikan bantuan dalam bentuk materi, memberi pinjaman, memberikan
taushiyah keagamaan, meringankan beban penderitaan, membayarkan hutang,
memberi makan, hingga menyisihkan waktu untuk menunggu tetangga yang
sakit. Pimpinan yang baik juga bermanfaat bagi bawahannya, sebagaimana
penguasa yang adil pun bermanfaat bagi rakyatnya. Bahkan, membuat orang
lain menjadi gembira juga termasuk amalan bermanfaat yang dicintai oleh
Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa
yang membantu kesusahan seorang mukmin dari beberapa kesusahan dunia,
maka Allah akan membantu kesusahannya dari beberapa kesusahan pada hari
kiamat. Dan barangsiapa yang meringankan beban orang kesulitan, maka
Allah akan meringankannya dalam urusan dunia dan akhirat.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Adalah
ironi, jika banyak orang kaya yang lebih senang naik haji berulang kali
daripada membantu kaum dhu’afa yang membutuhkan uluran tangan. Banyak
juga orang kaya yang jor-joran membangun masjid mewah, sementara
di sekelilingnya masih banyak kaum fakir miskin yang membutuhkan
bantuan. Padahal, Allah tidak butuh disembah dengan indahnya masjid,
maupun ibadah haji yang berulang-ulang. Wallahu a’lamu bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar